Jalan-Jalan

Bertamu ke Pulau Kembang Kota Banjarmasin

“ Datanglah ke Kota Banjarmasin sesekali.
Kau bisa berjalan-jalan ”di pulau kembang,”
pulau yang indah yang penuh dengan keunikan penghuninya.”

Akhir Desember 2006 Tim Bidang Diklat Aparatur PKP2A III LAN Samarinda berangkat ke Kota Banjarmasin. Perjalanan hari itu cukup melelahkan karena harus berangkat dari Kota Samarinda menuju Kota Balikpapan menggunakan jalur darat selama 1,5 jam lalu untuk berangkat ke Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan, perjalanan dilakukan dengan menggunakan pesawat Batavia Air. Tiba di Kota Banjarmasin pukul tiga sore waktu setempat.


Banjarmasin - Pulau Kembang

Saat itu sekitar pukul 04.30 pagi, kami semua sudah berkumpul di lobi hotel. Drs. Andi Taufik, M.Si, Drs. Baharuddin., M.Pd, Dr. Amiruddin, Jos Rizal, Sujoko, Hanna Naibaho, Windra Mariani, Djamilah dan Dessy Eka Syaputri. Setelah berkumpul kami menuju kapal ketinting (klotok) yang sudah dipesan dengan mata yang masih terkantuk. Cuaca pagi itu cukup dingin, surya masih tertidur lelap untuk menyebarkan sinarnya ke segala penjuru. Embun pagi yang menetes di atas atap kapal ketinting dan suhu yang dingin menyelimuti hari itu, seakan tidak membuat surut semangat untuk melakukan perjalanan ke Pasar Terapung dan Pulau Kembang, pulau indah di sebelah utara Kota Banjarmasin.
Perjalanan menyusur Sungai Barito melewati sela-sela pemukiman penduduk yang rumahnya berdiri di atas air sungai Barito. Kesibukan masyarakat yang kebanyakan ibu-ibu terlihat di sepanjang sungai. Sungguh sebuah pemandangan indah di sela-sela senda gurau teman mengiringi perjalanan menuju Pasar Terapung yang menjadi salah satu iklan TV swasta Nasional. Keunikan Pasar Terapung menjadi salah satu andalan Pemerintah Kota Banjarmasin dalam mempromosikan pariwisatanya. Sepanjang perjalanan, banyak ditemui pedagang di atas perahu yang sedang menjual kue-kue khas Kota Banjarmasin yang tak akan dijumpai di tempat lain, buah-buah dan aneka minuman penghangat tubuh seperti teh, kopi dan teh susu diatas perahu di sepanjang sungai Barito, ”Pasar Terapung” itulah sebutan masyarakat Kalimantan Selatan. Sejak pukul 04.30 sampai pukul 06.00 pagi mereka berada di atas perahu untuk menjual barang–barang yang mereka bawa.
Selepas melihat dari dekat dan memotret aktivitas pedagang di pusat Pasar Terapung, kapal ketinting kami mengambil jarak aman untuk berlabuh di tengah sungai. Beberapa waktu kemudian sebuah klotok yang menjajakan segala jenis kue-kue khas dan kopi serta teh panas merapat di klotok yang kami pakai.
Masih di atas air, transaksi dimulai, kopi panas dan teh harus dipesan langsung kepada ”nakhoda” klotok yang juga berperan ganda melayani permintaan kami. Namun untuk mencicipi kue yang ada di ”Klotok Warung” sebelah tidak perlu memesan. Sang Nakhoda sudah menyiapkan perangkat ”self service”. Sebuah rotan yang ujungnya diberi sejenis besi mirip paku sepanjang 5 cm digunakan untuk mengait kue (dengan cara menancapkannya, mirip gerakan mencangkul) sesuai selera yang sudah tertata rapih di atas piring di permukaan klotok.

Kongsi di atas sungai


Saat rombongan meninggalkan pusat ”Pasar Terapung” kami semua bertanya-tanya, mengapa perahu kami belum juga berhenti untuk menikmati sarapan di atas perahu di sungai Barito, padahal sudah banyak ”perahu warung” yang dilewati.
Jawabannya mudah ditebak ketika ”nakhoda” kami mengarahkan perahu ke sebuah perahu lainnya. Nampaknya ini sebuah kongsi dagang ketika sebuah perahu membawa tamu maka dia telah mengontak rekannya untuk menyiapkan dagangannya dan menunggu di titik pertemuan yang telah ditentukan. Pak Andi Taufik memecah keheningan dengan mengatakan tidak perlu heran, di sungai saja terjadi ”kongsi” seperti ini apalagi di daratan.
Rombongan kami benar-benar bergembira menikmati sarapan model baru yang tak akan terlupakan sepanjang hidup. Bahkan Pak Bahar dan Joko menikmati sarapan ini malah naik ke atap perahu kendati berisiko jatuh ke sungai.
Kami semua menyempatkan diri untuk sekedar meminum teh hangat dan mencicipi kue-kue khas Kota Banjarmasin diatas kapal ketinting yang kami tumpangi. Pemandangan kanan kiri begitu elok dan sangat alami, gunung-gunung dari kejauhan mata, rumah-rumah masyarakat Kota Banjarmasin yang masih terlihat tradisional dan riuh anak-anak kecil berenang di pinggir sungai Barito.
Puas dengan ”sarapan khusus”, rombongan kemudian melanjutkan perjalanan ke Pulau Kembang. Hanya 10 menit perahu sudah merapat di dermaga kecil Pulau Kembang. Baru saja kami turun dan ingin melangkahkan kaki, tiba-tiba di depan sudah ada seekor monyet yang besar di depan kapal ketinting yang kami tumpangi, ”Si amang” penjaga pulau itu menyebutnya.
Setelah pak Mamad (penjaga pulau kembang) itu mengusir si ”amang” itu barulah dia pergi. Pak Mamad sudah belasan tahun menjaga pulau kembang itu. Ia bertanggung jawab terhadap pengelolan Pulau Kembang tersebut. Pria yang berusia hampir 35 tahun ini jadi pemandu.
Pemandangan menakjubkan melihat ada sekitar ratusan spesies monyet yang ada di pulau kembang tersebut.
Monyet-monyet itu bergelantungan di pohon-pohon yang memang terdapat di Pulau Kembang. Pemandangan tersebut benar–benar membuat kami tertegun untuk beberapa detik. Melihat hal ini, kami pun teringat kepada cerita dari negara India ”hanoman”.
Sepersekian detik setelah pikiran ini melintas, saya dikagetkan oleh kedatangan beberapa anak-anak monyet dengan lincah yang loncat di sekitar kaki saya. Tampang mereka mirip sekali dengan hanoman. Berfoto dengan anak-anak monyet ini menjadi pengalaman tersendiri.
Setelah kami puas berjalan-jalan di Pulau Kembang, kami pun segera balik ke hotel. Kami menyempatkan diri untuk melihat sekilas ke arah Pulau Kembang, dan punya niatan untuk kembali lagi ke Pulau Kembang.

1 komentar: